Minggu ini, gempa dengan magnitudo mengguncang Jawa Barat, Indonesia, mengakibatkan getaran dan kehilangan.
Oleh Anne Sirait, Ph.D., Program Studi S1 Geofisika, Universitas Indonesia dan anggota Divisi Seismologi Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI).
Kutipan: Sirait, A., 2022, Gempa Kerak Dangkal Mengguncang Jawa Barat, Temblor, http://doi.org/10.32858/temblor.284
This article is also available in English.
Waktu: Senin, 21 November 2022, sekitar jam 1 siang.
Tempat: Depok, Jawa Barat, Indonesia.
Kelas Fisika Matematika 2 yang saya ajar sedang bersiap untuk kuis. Sepuluh menit setelah kuis berjalan, ketika saya sedang mengawasi mahasiswa menjawab soal, meja, screen projector dan gorden ruangan mulai bergoyang.
Ternyata, gempa penyebabnya.
Untungnya, kami ingat apa yang harus kami lakukan ketika gempa terjadi. Kami berlindung di bawah meja dan melindungi kepala hingga guncangan berhenti. Karena kelas kami ada di lantai 4, kami harus turun melalui tangga untuk keluar dari gedung. Kami turun dengan tenang dan teratur. Kami menunggu sekitar setengah jam sebelum kami kembali ke kelas untuk melanjutkan kuis karena kami berada pada jarak yang aman dari episenter dan tidak adanya bangunan yang runtuh.
Apa yang terjadi?
Gempa yang mengguncang siang ini adalah gempa dengan magnitudo 5.6, dengan episenter di kecamatan Sukalarang, Jawa Barat, Indonesia. Gempa ini mengguncang sebagian besar wilayah barat pulau Jawa. Gempa terjadi pada jam 01:21 siang waktu setempat. Berdasarkan keterangan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), badan pemantau gempa di Indonesia, gempa ini terletak di daratan, pada kedalaman 11 kilometer. Dikarenakan gempa ini terjadi di daratan, tsunami tidak mungkin terjadi. Dalam waktu satu jam, tercatat 25 gempa susulan, dengan magnitudo antara 1.8 hingga 4.0.
Guncangan yang dirasakan bervariasi di seluruh Jawa Barat. Berdasarkan analisa BMKG, daerah yang terletak dekat dengan episenter, guncangan dengan skala V Modified Mercalli Intensity Scale (skala MMI) dirasakan oleh semua orang yang berada pada kota Cianjur (sekitar 40 kilometer dari episenter). Namun orang yang berada pada lokasi lebih dari 100 kilometer dari episenter juga merasakan gempa, termasuk saya dan mahasiswa saya di Depok, dimana kami merasakan guncangan pada skala II MMI. Daerah yang mengalami guncangan antara lain adalah Garut, dan Sukabumi (skala IV MMI), Rangkasbitung dan Bogor (skala III MMI), dan ibukota Jakarta (skala II – IV MMI, variasi guncangan yang dirasakan karena orang yang berada pada bangunan tinggi dapat merasakan guncangan lebih besar daripada yang berada di lantai dasar).
Kerusakan dan kehilangan akibat gempa
Kerusakan berat yang dilaporkan di Cianjur, kota terdekat dari episenter, dan beberapa daerah disekitarnya. Rumah, sekolah, infrastruktur dan fasilitas umum mengalami kerusakan berat atau runtuh. Beberapa longsor juga terjadi akibat guncangan gempa. Dearah yang mengalami kerusakan terparah adalah kecamatan Cugenang, dimana satu desa terkubur tanah longsor. Dalam waktu 24 jam terakir, dilaporkan terdapat 268 korban jiwa, 1083 orang terluka, dan 151 orang masih belum ditemukan. Lebih dari 22000 rumah rusak, menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi dari rumah mereka. Korban jiwa disebabkan karena runtuhnya rumah dan tanah longsor. Banyak rumah dan infrastruktur dibangun untuk tahan gempa. Rumah yang terbuat dari batu bata mengalami kerusakan yang parah, sedangkan rumah yang terbuat dari kayu tidak mengalami kerusakan.
Sesar Cimandiri
Analisa awal oleh BMKG menyimpulkan bahwa gempa ini kemungkinan berkaitan dengan aktivitas sesar Cimandiri, salah satu sesar utama di Jawa Barat. Berdasarkan analisa data seismik, mekanisme sumber dari gempa ini adalah mekanisme geser, yang konsisten dengan mekanisme sesar Cimandiri, sesar geser mengiri.
Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia yang disusun oleh Pusat Gempa Nasional (PUSGEN, 2017), sesar Cimandiri terdiri dati tiga segmen: segmen Cimandiri di sebelah selatan, segmen Nyalindung-Cibeber di bagian tengag, dan segmen Rajamandala di sebelah utara. Episenter gempa di hari Senin terletak lebih dekat ke segment Rajamandala dari sesar Cimandiri. Namun, analisa ini masih perlu dipertajam dengan kajian – kajian lebih lanjut untuk dapat menentukan peran segmen tertentu dari sesar Cimandiri.
Sesar Cimandiri bergerak 4 millimeter per tahun (Safitri, 2016) dan memiliki potensi menghasilkan gempa dengan magnitudo 7.2, sekitar 100 kali energi lebih banyak dari gempa yang terjadi di hari Senin. Aktivitas sesar Cimandiri menjadi penyebab beberapa gempa sepanjang sejarah: gempa dengan intensitas guncangan VII di tahun 1900 (Visser, 1922), gempa dengan magnitudo 5.5 di tahun 1982, dan gempa dengan magnitudo 5.4 dan magnitudo 5.1 di tahun 2000 (Supartoyo et al., 2008). Antara tahun 2009 dan 2015, terdapat 10 gempa yang teridentifikasi terjadi di sepanjang sesar Cimandiri (PUSGEN, 2017).
Dengan melihat perulangan terjadinya gempa di sesar Cimandiri — sekitar 20 tahun (1982, 2000, and 2022) — kita perlu siap siagan untuk kejadian gempa berikutnya, baik yang bersumber dari sesar Cimandiri atau tidak.
Persiapan untuk masa mendatang.
Sesar Cimandiri Fault melintas melalui area padat penduduk, termasuk daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Cianjur, dan Padalarang. Melihat dampak dari gempa di hari Senin dan dampaknya terhadap populasi, kita diingatkan akan perlunya edukasi dan mitigasi kebencanaan.
Edukasi mengenai kebencanaan alam diperlukan agar masyarakat lebih waspada akan keberadaan sesar – sesar aktif dan area yang rentan guncangan yang dapat menimbulkan longsor di sekitar mereka. Kerusakan pada rumah, dan infrastruktur yang disebabkan karena guncangan yang menimbulkan korban jika menjadi pengingat untuk lebih konsisten dalam meneraplan kode bangunan yang tepat. Rumah dan infrastruktur harus dibangun tahan gempa. Kode bangunan sudah ada dan tersedia, namun belum diterapkan dengan baik. Kita harus lebih mendorong semua untuk menerapkan kode agar bangunan lebih aman dan tentunya kehilangan yang lebih sedikit.
Daftar Pustaka
Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN). (2017). Peta sumber dan bahaya gempa Indonesia tahun 2017, Tim Pusat Studi Gempa Nasional, Pusat Litbang Perumahan dan Pemukiman, Balitbang PUPR, Bandung, Indonesia, ISBN: 978-602-5489-01-3 (in Bahasa Indonesia).
Safitri, A & Meilano, I & Gunawan, Endra & Abidin, Hasanuddin Z. & Efendi, J & Kriswati, Estu. (2018). Strain Variation along Cimandiri Fault, West Java Based on Continuous and Campaign GPS Observation From 2006-2016. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 132. 012027. 10.1088/1755-1315/132/1/012027.
Supartoyo, E. T. Putranto, And Djadja (2005), Active Faults and Destructive Earthquake
Epicenter Distribution Map of Indonesia.
Visser, S. W. (1922), Inland And Submarine Epicentra Of Sumatra And Java Earthquakes, Javasche Boekhandel En Drukkerij.
- Earthquake early warnings can help hospitals — if they’re prepared - October 25, 2024
- A new metric shows which countries experience disproportionate earthquake casualties - October 10, 2024
- Why do the largest continental earthquakes nucleate on branch faults? - September 24, 2024