Gempa bermagnitude 6,6 mengguncang Jawa di pertengahan Januari, menyebabkan guncangan, tanpa tsunami.
Oleh Anne Sirait, Ph.D., Program Studi Geofisika, Universitas Indonesia
Citation: Sirait, A., 2022, Intraslab earthquake shakes (half of) Java, Indonesia again, Temblor, http://doi.org/10.32858/temblor.237
This article is also available in English.
Pada 14 Januari 2022, saya sedang menikmati kopi senja hari dengan cemilan sambil menemani bayi yang tertidur pulas – mimpi yang menjadi kenyataan untuk ibu baru seperti saya. Tiba – tiba, bangku berguncang. Mainan bayi bergoyang. Pikiran saya mulai berlomba dangan waktu. Segera saya angkat bayiku dan membawanya keluar rumah.
Ternyata, gempa penyebabnya.
Gempa bermagnitudo 6,6 yang berasal dari lepas pantai Ujung Kulon, Jawa Barat, Indonesia mengguncang sebagian besar bagian barat pulau Jawa. Gempa terjadi pada waktu 4:05 sore hari waktu setempat. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), badan pemantau gempa di Indonesia, gempabumi berada pada kedalaman 40meter, yang dapat dianggap sebagai gempa dangkal. Untungnya, peringatan tsunami tidak diperlukan karena gempa dengan magnitudo lebih kecil dari 7,0 biasanya tidak menimbulkan tsunami. Pelampung pemantau level air laut juga tidak mencatat adanya perubahan yang biasanya terlihat dari gempa yang menyebabkan tsunami.
Analisa mendalam dari data seismik oleh BMKG menentukan lokasi gempa di dalam lempeng tektonik Indo-Australia yang menujam ke bawah bagian barat Jawa. Disebut sebagai gempa intraslab, jenis gempa ini tejadi di dalam lempeng subduksi lapisan litosfer lautan, dan rupture tetap terjaga di dalam. Dengan kata lain, gempabumi -walaupun dianggap dangkal- rupture tidak sampai ke permukaan.
Guncangan Yang Mengejutkan
Guncangan tanah dirasakan pada lokasi terdekat, termasuk kecamatan Cikeusik dan Panimbang yang terletak sekitar 132 kilometer dari pusat gempa. Guncangan juga dirasakan oleh masyarakat di ibukota Jakarta, yang terletak sekitar 186 kilometer dari pusat gempa. Guncangan ini dirasakan nyaris selama 30 detik di beberapa tempat. Masyarakat sangat terkejut dan banyak yang langsung berlari keluar.
Sekitar 45 menit setelah gempa utama terjadi, gempa susulan ber-magnitudo 5,6 terjadi. Gempa susulan ini terletak 10 kilometer lebih dalam dari gempa utama. Dalam 24 jam setelahnya, sebanyak 33 gempa susulan terjadi, dengan magnitudo antara 2,5 – 5,6. Jumlah gempa susulan yang sedikit cenderung mencirikan gempa intraslab, mendukung kesimpulan BMKG bahwa gempa utama adalah gempa intraslab.
Kerusakan yang disebabkan oleh gempa ini dilaporkan di beberapa lokasi terdekat seperti kecamatan Munjul dan Cimanggu, sekitar 100 kilometer dari sumber gempa. Rumah, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum mengalami kerusakan di level berbeda. Total sebanyak 1378 rumah mengalami kerusakan mulai dari rusak ringan hingga berat. Guncangan kuat yang dirasakan di Jakarta disebabkan karena efek lokal, tanah lembut tebal yang mengamplifikasi guncangan dan juga dikarenakan getaran periode panjang dari gempa kuat yang terletak cukup jauh.
Sejarah gempa intraslab di bagian barat Jawa
Sepanjang sejarah, beberapa gempa intraslab telah terjadi di wilayah tersebut. Namun, dalam peristiwa yang cukup langka ini, guncangan tanah menyebabkan kerusakan yang luas pada lokasi – lokasi yang dekat dengan sumber gempa.
Untuk gempa – gempa yang terjadi sebelum metode pemantauan modern, seismologis dapat memodelkan gempa – gempa historis berdasarkan dokumentasi kerusakan, guncangan, dan ada atau tidak adanya tsunami (Griffin et al., 2018). Dengan informasi ini, seismologis dapat mengestimasi magnitudo, lokasi, dan tipe gempabumi.
Sebagai contoh, pada 5 Januari 1699, gempa intraslab mengguncang dekat Bantam (Banten sekarang), dengan guncangan yang dirasakan hingga sejauh Batavia (Jakarta sekarang), dan Lampong (Lampung sekarang) di selatan Sumatra. Di tiga tempat tersebut, rumah, lumbung, bangunan runtuh. Gempa ini menelan total sebanyak 128 korban jiwa, Guncangan juga memicu banyak longsoran di sekitar Gunung Salak, Bogor yang mengganggu alirang sungai Ciliwung, mempengaruhi transportasi sungai dan akses air bersih.
Pada 10 Juni 1867, gempa intraslab lainnya dirasakan dari Bantam (Banten sekarang) di bagian barat Jawa hingga Negara di bagian barat Bali. Jawa Tengah dan bagian barat dari Jawa Timur mengalami kerusakan terbesar. Total sebanyak 1000 bangunan, pabrik, dan tempat – tempat bersejarah mengalami kerusakan, dan lebih dari 700 korban jiwa.
Di abad 21 ini, pada tanggal 2 September 2009, gempa bermagnitudo 6,8 terjadi di kedalaman 49 kilometer, 200 kilometer sebelah utara palung Sunda, dekat dengan kota kota tepi pantai dengan padat penduduk. Gempa ini tidak menimbulkan tsunami namun memicu longsor di daerah tepi pantai. Guncangan dirasakan di bagian barat Jawa, hingga Jakarta. Gempa ini menyebabkan lebih dari 80 korban jiwa. Sebanyak 188000 orang juga kehilangan tempat tinggalnya.
Pada tanggal 15 Januari 2017, terjadi gempa dengan magnitudo 6,5 pada kedalaman 90 kilometer dan berlokasi sekitar 11 kilometer dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Guncangan gempa dirasakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Yogyakarta. Sejumlah besar bangunan, termasuk rumah sakit, mengalami kerusakan atau runtuh. Rumah yang runtuh memicu kepanikan dan menelan korban jiwa.
Pada tanggal 2 Agustus 2019, terjadi gempa bermagnitudo 6,9 pada jarak 100 kilometer timur laut dari palung Sunda, dengan guncangan menengah hingga sangat kuat dirasakan hingga jarak 60 kilometer dari sumber gempa. Namun, lebih dari 160000 orang yang berada diluar radius 60 kilometer juga melaporkan level guncangan yang berbeda.
Dampak
Dampak besar yang disebabkan oleh gempa intraslab terakhir pada populasi Jawa memaksa respon yang cepat dari pemerintah dan institusi seismologi sambil secara simultan mengingatkan populasi Jawa untuk siap siaga untuk potensi gempa akan datang. Persiapan dari pemerintah termasuk adalah kelanjutan penelitian bahaya seismik untuk lebih baik memprakirakan gempa berikutnya, tata laksana mitigasi yang mudah dimengerti dan dilakukan oleh masyarakat dan menegakkan implementasi kode bangunan yang sudah ada untuk menyiapkan bangunan mengakomodasi guncangan tanah akibat gempa.
Untuk kita yang tinggal di pulau Jawa, kita juga perlu siap siaga untuk gempa yang akan datang. Sebelum gempa terjadi, kita perlu memahami struktur dan keadaan sekitar dimana kita tinggal, bekerja dan beraktivitas. Kita harus mengevaluasi bangunan dan merenovasi, jika diperlukan, untuk mengakomodasi guncangan gempa. Kita harus memasang furniture dengan aman sehingga tidak mudah bergerak selama terjadi gempa. Aturan penting lainnya adalah untuk menempatkan material mudah terbakar di tempat yang aman dan selalu mematikan air, gas, dan listrik ketika tidak dipakai. Dikarenakan banyak populasi Jawa tinggal di pemukiman padat, setiap orang harus mencari jalur evakuasi dengan akses mudah ke tempat terbuka. Hal ini sangat penting jika orang disabled tinggal dengan Anda.
Saat terjadi gempa, saran resmi dari BMKG adalah untuk berlari keluar jika memungkinkan, seperti yang saya lakukan minggu lalu. Jika tidak memungkinkan untuk keluar, cari perlindungan dibawah meja untuk melindungi kepala dan badan dari puing. Cari tempat yang aman jauh dari puing dan guncangan. Jika sudah diluar, hindari struktur seperti bangunan, tiang listrik, pohon atau apapun yang dapat jatuh. Perhatikan sekitar kita; jika kita berada dekat retakan tanah, lokasi yang rentan terhadap likuifaksi atau daerah yang berpotensi longsor.
Dikarenakan Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di lautan, kita juga mesti menghindari daerah pinggiran pantai yang rentan terhadap tsunami. Setelah terjadi gempabumi, periksa diri dan orang lain jika ada luka dan lakukan pertolongan pertama. Periksa sekaliling jika terjadi kebakaran, kebocoran gas, korsleting listrik, pecah pipa atau adanya puing – puing yang berjatuhan. Jika Anda berada pada tempat yang aman, tetaplah berada di luar sebagai antisipasi gempa susulan. Sebagai tambahan, hanya dengar dan teruskan informasi gempabumi dari sumber terpercaya untuk menghindari menyebarkan kabar hoaks.
Gempa 2017 adalah gempa pertama yang mengguncang dunia saya. Gempa yang terakhir adalah yang kedua, saya dan keluarga saya akan siap untuk yang ketiga, yang pastinya akan datang.
References
Griffin, J., Nguyen, N., Cummins, P., Cipta, A., (2018). Historical Earthquakes of the Eastern Sunda Arc: Source Mechanisms and Intensity‐Based Testing of Indonesia’s National Seismic Hazard Assessment. Bulletin of the Seismological Society of America 2018, 109 (1), 43–65. doi: https://doi.org/10.1785/0120180085
Further Reading
Alif, S. M., Fattah, E.I., Kholil, M. (2021). Source of the 2019 Mw6.9 Banten Intraslab earthquake modelled with GPS data inversion. Geodesy and Geodynamics, 12 (4), 308 – 314, https://doi.org/10.1016/j.geog.2021.06.001
Gunawan, E., Widiyantoro, S., Marliyani, G. I., Sunarti, E., Ida, R., Gusman, A. R. (2019). Fault source of the 2 September 2009 Mw 6.8 Tasikmalaya intraslab earthquake, Indonesia: Analysis from GPS data inversion, tsunami height simulation, and stress transfer. Physics of the Earth and Planetary Interiors, 291, 54-61, https://doi.org/10.1016/j.pepi.2019.04.004.
Sirait, A. M. M., Meltzer, A. S., Waldhauser, F., Stachnik, J. C., Daryono, D., Fatchurochman, I., Jatnika, J., Sembiring, A. S., (2020). Analysis of the 15 December 2017 Mw 6.5 and the 23 January 2018 Mw 5.9 Java Earthquakes, Bulletin of Seismological Society of America, 20, 1–14. doi: 10.1785/0120200046